Previous Next

Jumat, 11 September 2015

( Foto Ilustrasi )

Kisah ini bermula ketika keluargaku baru saja ditinggal pergi oleh kedua orangtua kami, yang meninggal dalam musibah kecelakaan angkutan umum di daerah kami, sebuah kota sejuk di dekat Jakarta. Sebagai anak tertua, maka aku yang selama ini hanya kuliah tanpa harus memikirkan sumber biayanya, terpaksa harus menggantikan tugas orang tuaku mencari nafkah untuk menghidupi adik-adikku dan melanjutkan kuliahku. Aku tidak ingin cita-cita kedua mendiang orang tuaku untuk memiliki anak yang berhasil menjadi sarjana, menjadi gagal. Akan tetapi ternyata tidak mudah juga untuk mencari nafkah di kota ku ini.

Pada suatu malam, yakni Minggu malam, ketika aku sedang melamun, terdengar orang mengucap salam dari luar. Ku bukakan pintu, ternya pak RT yang datang. Pak RT minta agar aku sudi menjadi supir pribadi dari sebuah keluarga kaya. Keluarga itu adalah pemilik perusahaan dimana pak RT bekerja sebagai salah seorang staff di perusahaan itu. Spontan aku menyetujuinya dan berterimakasih atas tawaran itu.

Esoknya kami berangkat ke rumah Boss-nya Pak RT ku. Ketika memasuki halaman rumah yang besar seperti istana itu, hatiku berdebar tak karuan. Setelah kami dipersilahkan duduk oleh seorang pembantu muda di ruang tamu yang megah itu, tak lama kemudian muncul seorang wanita yang tampaknya muda. Kami memberi hormat pada wanita itu. Wanita itu tersenyum ramah sekali dan mempersilahkan kami duduk, karena ketika dia datang, spontan aku dan pak RT berdiri memberi salam " selamat pagi". Pak RT dipersilakan kembali bekerja oleh wanita itu, dan diruangan yg megah itu hanya ada aku dan si wanita itu.

" Benar kamu mau jadi supir pribadiku ? " tanyanya ramah seraya melontarkan senyum manisnya.

" Iya Nyonya, saya siap menjadi supir nyonya " Jawabku.

" jangan panggil Nyonya, panggil saja saya ini Ibu, Ibu Maya " Sergahnya halus. Aku mengangguk setuju.

" Kamu sudah pernah bekerja jadi sopir pribadi sebelumnya ?"

" Tidak nyonya eh...Bu ?!" jawabku. " Saya tadinya masih kuliah, tapi saya pernah menjadi supir angkot tidak tetap selama satu tahun" sambungku. Wanita itu menatapku dalam-dalam. Ditatapnya pula mataku hingga aku jadi salah tingkah. Diperhatikannya aku dari atas sampai ke bawah.

" kamu masih muda sekali, ganteng, nampaknya sopan, kenapa mau jadi supir ?" tanyanya.

" Saya butuh uang untuk menghidupi keluarga saya, Bu " jawabku.

" Baik, saya setuju, kamu jadi supir saya, tapi harus ready setiap saat. gimana, okey ? "

" Saya siap Bu." Jawabku.

" Kamu setiap pagi harus sudah ready di rumah ini pukul enam, lalu antar saya ke tempat saya Fitness, setelah itu antar saya ke salon, belanja, atau kemana saya suka. Kemudian setelah sore, kamu boleh pulang, gimana siap ? "

" Saya siap Bu" Jawabku.

" Oh..ya, siapa namamu ? " Tanyanya sambil mengulurkan tangannya. Sepontan aku menyambut dan memegang telapak tangannya, kami bersalaman.

" Saya Leman Bu, panggil saja saya Leman " Jawabku.

" Nama yang bagus ya ? tau artinya Leman ? " Tanyanya seperti bercanda.

" Tidak Bu " Jawabku.

" Leman itu artinya Lelaki Idaman " jawabnya sambil tersenyum dan menatap mataku. Aku tersenyum sambil tersipu. lama dia menatapku. Tak terpikir olehku jika aku bakal mendapat majikan seramah dan sesantai Ibu Maya. Aku mencoba juga untuk bergurau, kuberanikan diri untuk bertanya pada beliau.

" Maaf, Bu. jika nama Ibu itu Maya, apa artinya Bu ? "

" O..ooo, itu, Maya artinya bayangan, bisa juga berarti khayalan, bisa juga sesuatu yang tak tampak, tapi ternyata ada.Seperti halnya cita-citamu yang kamu anggap mustahil ternyata suatu saat bisa kamu raih, nah�khayalan kamu itu berupa sesuiatu yang bersifat maya, ngerti khan ? " Jawabnya serius.

Aku hanya meng-angguk-angguk saja sok tahu, sok mengerti, sok seperti orang pintar. Jika kuperhatikan, body Ibu Maya seksi sekali, tubuhnya tidak terlampau tinggi, tapi padat berisi, langsing, pinggulnya seperti gitar Spanyol. Yang lebih gila, pantatnya bahenol dan buah dadanya��, wah...wah...puyeng aku melihatnya.

Di rumah sebesar itu, hanya tinggal Ibu Maya, Suaminya, dan dua putrinya, yakni Mira - anak kedua yang masih sekolah kelas II SMU, dan Yanti si bungsu yang masih duduk di kelas III SMP. Putri pertamanya saat ini sekolah mode di Perancis. Pembantunya hanya satu, yakni Bi Irah, seksinya juga luar biasa, janda pula!

Ibu Maya memberi gaji bulanan yang besar sekali, dan jika difikir-fikir, mustahil sekali. Selama satu tahun aku bekerja, sudah dua kali dia menaikkan gajiku. Katanya dia puas atas disiplin kerjaku. Gaji pokok bulananku saja lebih dari cukup untuk membayar uang kuliahku. Aku meneruskan mengambil kuliah di petang hingga malam hari di sebuah Universitas Swasta. Dengan satu bulan gaji saja, aku bisa membayar biaya kuliah empat semester, edan tenan, sekaligus enak tenan....!!! dasar rezeki, tak akan kemana larinya.

Masuk tahun kedua aku bekerja, keakraban dengan Ibu Maya semakin terasa. Setelah pulang Fitness, seringkali Bu Maya minta jalan-jalan dulu. Yang konyol, dia selalu duduk di depan, disebelahku, hingga terkadang aku jadi kagok menyetir, eh...lama lama biasa.

Di suatu hari sepulang dari tempat Fitnes, Ibu Maya minta diantar keluar kota. Seperti biasa dia pindah duduk ke depan. Dia tak risih duduk disebelah supir pribadinya. Ketika kendaraan kami tengah berjalan di jalan raya yang tidak terlalu ramai, tiba-tiba Ibu Maya menyuruh berhenti sebentar. Aku menepi, dan mesin mobil BMW itu kumatikan. Jantungku berdebar, jangan-jangan ada kesalahan yang aku perbuat.

" Man,?, kamu sudah punya pacar ? " Tanyanya.

" Belum Bu " Jawabku singkat.

" Sama sekali belum pernah pacaran ?"

" Belum BU, eh...kalau pacar cinta monyet sih pernah Bu, dulu di kampung sewaktu SMP"

" Berapa kali kamu pacaran Man ? sering atau cuma iseng ?" tanyanya lagi.

Aku terdiam sejenak, kubuang jauh-jauh pandanganku kedepan. Tanganku masih memegang setir mobil. Kutarik nafas dalam-dalam.

" Saya belum pernah pacaran serius Bu, cuma sebatas cintanya anak yang sedang pancaroba" Jawabku.

" Bagus...bagus...kalau begitu, kamu anak yang baik dan jujur " ujarnya puas sambil menepuk nepuk bahuku. Aku sempat bingung, kenapa Bu Maya pertanyaannya rada aneh ? terlalu pribadi lagi ? apakah aku mau dijodohkan dengan salah seorang putrinya? ach....gak mungkin rasanya, mustahil, mana mungkin dia mau punya menantu anak kampung seprti aku ini? Setelah itu kami melanjutkan perjalanan bahkan sampai jalan-jalan di kota Sukabumi. Aku heran, Bu Maya kok tumben-tumbenan menyuruhku hanya untuk mengantarnya putar-putar kota saja di Sukabumi, dan yang lebih heran lagi, Bu Maya masih memakai pakaian Fitness berupa celana training dan kaos olah raga, tanpa berganti pakaian seperti biasanya setelah selesai fitness. Setelah sempat makan di rumah makan kecil di puncak, hari sudah mulai gelap dan kami meneruskan perjalanan untuk kembali ke kota kami. Ditengah perjalanan di jalan yang agak sepi dan gelap, Bu Maya minta untuk berbelok ke suatu tempat. Aku menurut saja apa perintahnya. Aku tak kenal daerah itu, yang kutahu hanya berupa perkebunan luas dan sepi serta gelap.

Dit engah kebun itu Bu Maya minta aku berhenti dan mematikan mesin mobil. Aku masih tak mengerti akan tingkah Bu Maya. Tiba-tiba saja tangan Bu Maya menarik lenganku.

" Coba rebahkan kepalamu di pangkuanku Man ?" pintanya.

Aku menurut saja, karena masih belum mengerti. Astaga....setelah aku merebahkan kepalaku di pangkuan Bu Maya dengan kepala menghadap keatas, kaki menjulur keluar pintu, Bu Maya menarik kaosnya ke atas. Wow...!! samar-samar kulihat buah dadanya yang besar dan montok. Buah dada itu didekatkan ke wajahku. Lalu dia berkata " Cium Man Cium...isaplah, mainkan sayang ...?" Pintanya.

Baru aku mengerti, Bu Maya mengajak aku ketempat ini sekedar melampiaskan nafsunya. Sebagai laki-laki normal, karuan saja aku bereaksi, kejantananku hidup dan bergairah. Siapa nolak diajak kencan dengan wanita cantik dan seksi seperti Bu Maya.

Kupegangi tetek Bu Maya yang montok itu, kujilati putingnya dan kuisap-isap. Tampak nafas Bu Maya terengah-engah tak karuan, menandakan nafsu birahinya sedang naik. Aku masih mengisap dan menjilati teteknya. Lalu bu Maya minta agar aku bangun sebentar. Dia melorotkan celana trainingnya hingga ke bawah kaki. Bagian bawah tubuh Bu Maya tampak bugil. Tampak samar-samar oleh sinar bulan di kegelapan itu.

" Jilat Man�� jilatlah�� aku nafsu sekali�� jilat sayang " Pinta Bu Maya agar aku menjilati m*m*knya. Oh....m*m*k itu besar sekali, menjendol seperti kura-kura. tampaknya dia sedang birahi sekali, seperti puting teteknya yang ereksi. Aku menurut saja, seperti sudah terhipnotis. M*m*k Bu Maya wangi sekali, mungkin sewaktu di rumah makan tadi dia sempat membersihkan kelaminnya dan memberi wewangian. Sebab dia sempat ke toilet untuk waktu yang lumayan lama. Mungkin disana dia membersihkan diri. Dia tadi ke tolilet membawa serta tas pribadinya. Mungkin disana pula dia mengadakan persiapan untuk menggempur aku. Kujilati liang kemaluan itu, tapi Bu Maya tak puas. Disuruhnya aku keluar mobil dan disusul olehnya. Bu Maya membuka bagasi mobil dan mengambil kain semacam karpet kecil lalu dibentangkan di atas rerumputan. Dia merebahkan tubuhnya diatas kain itu dan merentangnya kakinya.

" Ayo Man, lakukan�� hanya ada kita berdua disini�� jangan sia-siakan kesempatan ini Man�� aku sayang kamu Man " katanya setengah berbisik, Aku tak menjawab, aku hanya melakukan perintahnya, sedikit bicara banyak kerja. Ku buka semua pakaianku, lalu ku tindih tubuh Bu Maya. Dipeluknya aku, dirogohnya kejantananku dan dimasukkan ke dalam m*m*knya yang hangat. Kami bersetubuh di tengah kebun gelap itu dalam suasana malam yg remang-remang oleh sinar bulan di langit. Aku menggenjot m*m*k Bu Maya sekuat mungkin.

" jangan keluar duluan ya, Man�? saya belum puas " Pintanya mesra. Aku diam saja, aku masih melakukan adegan mengocok dengan gerakan penis keluar masuk lubang m*m*k Bu Maya. Nikmat sekali m*m*k ini, pikirku. Kemudian Bu Maya minta pindah posisi, dia di atas...bukan main permainannya, goyangannya.

" Remas tetekku Man, remaslah....yang kencang ya ?" Pintanya. Aku meremasnya.

" Cium bibirku Man..cium�! � Aku mencium bibir indah itu dan kuisap lidahnya dalam-dalam, nikmat sekali, sesekali dia mengerang kenikmatan.

" Sekarang isap tetekku, teruskan...terus.....Oh....Ohhhh.....Man...Leman...Ohhh...aku keluar Man....aku kalah" Dia mencubiti pinggulku, sesekali tawanya genit.

" kamu curang....aku kalah" ujarnya. " Sekarang giliran kamu Man....keluarkan sebanyak mungkin ya? " pintanya.

" Saya sudah hampir keluar dari tadi Bu, tapi saya tetap bertahan, takut Ibu marah nanti " Jawabku.

" Oh Ya?...gila..kuat amat kamu ?!" balas Bu Maya sambil mencubit pipiku.

" Kenapa Ibu suka main di tempat begini gelap ?" tanyaku.

" Aku suka alam terbuka, di alam terbuka aku bergairah sekali. Kita akan lebih sering mencari tempat seperti alam terbuka. Kapan-kapan kita naik kapal pesiarku, kita main diatas kapal pesiar di tengah ombak bergulung. Atau kita main di pinggir sungai yang sepi, ah... terserah kemana kamu mau ya Man?"

Setelah puas bermain cinta dan menuntaskan nafsu birahi Bu Maya, kami segera membersihkan alat vital masing-masing dengan kertas tisue dan air yang kami ambil dari jerigen di bagasi mobil.

Kami beristirahat sejenak. Bu Maya sekarang tidur di pangkuanku. Kami ngobrol panjang lebar, ngalor ngidul. Setelah sekian lama istirahat, penisku tegang lagi, dan dirasakan oleh kepala Bu Maya yang menyentuh batang kejantananku. Tak banyak komentar celanaku dibukanya, dan aku dalam sekejap sudah bugil. Disuruhnya aku tidur dengan kaki merentang, lalu Bu Maya membuka celana trainingnya yang tanpa celana dalam itu. Bu Maya mengocok-ngocok penisku, diurutnya seperti gerakan tukang pjit mengurut tubuh pasiennya. Gerakan tangan Bu Maya mengurut naik-turun. Karuan saja penisku semakin membesar dan membesar. Diisapnya penisku yang sudah ereksi besar sekali, dimainkannya lidah Bu Maya di ujung penisku. Setelah itu, Bu Maya menempelkan buah dadanya yang besar itu di penisku. Dijepitkannya penisku ke sela-sela tetek besar itu, lalu di goyang-goyangkannya teteknya seperti gerakan mengocok.

" Gimana Man ? enak enggak ? " ajuknya manja,sambil mengerlingkan matanya menatap wajahku.

" Enak Bu�� awas lho nanti muncrat Bu" jawabku..

" Enggak apa, ayo keluarkan, nanti kujilati pejuhmu, aku mau kok ?!" .

Bu Maya masih giat bekerja giat, dia berusaha untuk memuaskan aku. Tak lama kemudian, Bu Maya naik ke atas tubuhku dan seperti menduduki penisku, lobang m*m*knya dimasuki penisku. Digoyang terus...hingga aku merasakan nikmat yang luar biasa.

Tiba -tiba Bu Maya terdiam, berhenti bekerja, lalu berjata :" Rasakan ya Man ? pasti kamu bakal ketagihan " Aku membisu saja. dan ternya Ohh....m*m*k Bu Maya bisa melakukan gerakan empot-empot, menyedot-nyedot dan meng-urut-urut batang penisku dari bagian kepala hingga ke bagian batang bawah, Oh....nikmat sekali�� mungkin ini yg namanya empot ayam, luar biasa kepiawaian Bu Maya dalam bidang olah seksual.

" Enak sayang... ehmm... ?" tanyanya. Belum sempat aku menjawab�� yaah....aku keluar, air maniku berhamburan tumpah di dalam liang kemaluan Bu Maya.

" Ehnggghhh... Itu yang namanya empot-empot Man... itulah gunanya senam sex, berarti aku sukses latihan senam sex selama ini " Katanya bangga. " Sekarang kamu puasin aku ya ? " Kata Bu Maya seraya mengambil posisi nungging. Tanpa basa-basi kutancapkan lagi kejantananku yang masih ereksi kedalam m*m*k Bu Maya, Ku genjot terus dengan cepat dan penuh tenaga.

" Yang dalam Man...yang dalam ya..teruskan sayang...? oh....enak sekali penismu.....oh....terus sayang ?!" Pinta Bu Maya. Aku masih bisa memuaskan Bu Maya, aku tak mau kalah, kujilati pula lubang m*m*knya, duburnya dan seluruh tubuhnya. Ternyata Bu Maya kembali orgasme setelah aku menjlati seluruh tubuhnya. " kamu pintar sekali Man ? belajar dimana ? "

" Tidak bu, refleks saja" Jawabku.

Sebelum kami meninggalkan tempat itu, Bu Maya masih sempat minta satu ronde permainan lagi. Tapi kali ini hanya sedikit melorotkan celana trainingnya saja. demikian pula aku, hanya membuka bagian penis saja. Bu Maya minta aku melakukanya di dalam mobil, tapi ruangannya sempit sekali. Dengan susah payah kami melakukannya, akhirnya kami memutuskan untuk keluar dari mobil dan mengambil posisi berdiri dengan tubuh Bu Maya disandarkan di mobil sambil mengangkat sedikit kaki kanannya.

Sejak saat malam pertama kami itu, aku dan Bu Maya sering bepergian ke luar kota. Kami bercinta di tengah hamparan perkebunan teh di Puncak, di dalam dangau di tengah sawah milik keluarga Bu Maya yang luas (kami lakukan di siang hari bolong !!! di saat para pekerjanya pulang untuk istirahat makan siang) bahkan sampai ke Pulau Seribu, ke pinggir pantai, ke semak-semak di sebuah desa terpencil, yah pokoknya kami mencari tempat-tempat yang aneh-aneh. Tak kusadari kalau aku sebenarnya menjadi gigolonya Bu Maya. Beliaupun semakin sayang padaku, uang mengalir terus ke kocekku, tanpa pernah aku memintanya. Dia menyanggupi untuk membiayai kuliah hingga tamat, asal aku tetap selalu bersamanya. Tentu saja dengan senang hati aku memenuhinya, sungguh aku merasa beruntung dapat menikmati tubuh indah dan sexy milik Bu Maya yang cantik itu, yang selalu dengan penuh gairah membara menghangatkan hari-hariku dengan permainan cintanya serta fantasi sex-nya yang luar biasa...
( Foto Ilustrasi )

Didalam cerita pengalaman saya yang pertama yang saya beri judul "Masa kecil saya di Palembang", saya menceritakan bagaimana saya diperkenalkan kepada kenikmatan senggama pada waktu saya masih berumur 13 tahun oleh Ayu, seorang wanita tetangga kami yang telah berumur jauh lebih tua. Saya dibesarkan didalam keluarga yang sangat taat dalam agama. Saya sebelumnya belum pernah terekspos terhadap hubungan laki-laki dan perempuan. Pengetahuan saya mengenai hal-hal persetubuhan hanyalah sebatas apa yang saya baca didalam cerita-cerita porno ketikan yang beredar di sekolah ketika saya duduk di bangku SMP.

Pada masa itu belum banyak kesempatan bagi anak lelaki seperti saya walaupun melihat tubuh wanita bugil sekalipun. Anak-anak lelaki masa ini mungkin susah membayangkan bahwa anak seperti saya cukup melihat gambar-gambar di buku mode-blad punya kakak saya seperti Lana Lobell, dimana terdapat gambar-gambar bintang film seperti Ginger Roberts, Jayne Mansfield, yang memperagakan pakaian dalam, ini saja sudah cukup membuat kita terangsang dan melakukan masturbasi beberapa kali.



Bisalah dibayangkan bagaimana menggebu-gebunya gairah dan nafsu saya ketika diberi kesempatan untuk secara nyata bukan saja hanya bisa melihat tubuh bugil wanita seperti Ayu, tetapi bisa mengalami kenikmatan bersanggama dengan wanita sungguhan, tanpa memperdulikan apakah wanita itu jauh lebih tua. Dengan hanya memandang tubuh Ayu yang begitu mulus dan putih saja sucah cukup sebetulnya untuk menjadi bahan imajinasi saya untuk bermasturbasi, apalagi dengan secara nyata-nyata bisa merasakan hangatnya dan mulusnya tubuhnya. Apalagi betul-betul melihat kemaluannya yang mulus tanpa jembut. Bisa mencium dan mengendus bau kemaluannya yang begitu menggairahkan yang kadang-kadang masih berbau sedikit amis kencing perempuan dan yang paling hebat lagi buat saya adalah bisanya saya menjilat dan mengemut kemaluannya dan kelentitnya yang seharusnyalah masih merupakan buah larangan yang penuh rahasia buat saya.

Mungkin pengalaman dini inilah yang membuat saya menjadi sangat menikmati apa yang disebut cunnilingus, atau mempermainkan kemaluan wanita dengan mulut. Sampai sekarangpun saya sangat menikmati mempermainkan kemaluan wanita, mulai dari memandang, lalu mencium aroma khasnya, lalu mempermainkan dan menggigit bibir luarnya (labia majora), lalu melumati bagian dalamnya dengan lidah saya, lalu mengemut clitorisnya sampai si wanita minta-minta ampun kewalahan. Yang terakhir barulah saya memasukkan batang kemaluan saya kedalam liang sanggamanya yang sudah banjir.

Setelah kesempatan saya dan Ayu untuk bermain cinta (saya tidak tahu apakah itu bisa disebut bermain cinta) yang pertama kali itu, maka kami menjadi semakin berani dan Ayu dengan bebasnya akan datang kerumah saya hampir setiap hari, paling sedikit 3 kali seminggu. Apabila dia datang, dia akan langsung masuk kedalam kamar tidur saya, dan tidak lama kemudian sayapun segera menyusul.

Biasanya dia selalu mengenakan daster yang longgar yang bisa ditanggalkan dengan sangat gampang, hanya tarik saja keatas melalui kepalanya, dan biasanya dia duduk dipinggiran tempat tidur saya. Saya biasanya langsung menerkam payudaranya yang sudah agak kendor tetapi sangat bersih dan mulus. Pentilnya dilingkari bundaran yang kemerah-merahan dan pentilnya sendiri agak besar menurut penilaian saya. Ayu sangat suka apabila saya mengemut pentil susunya yang menjadi tegang dan memerah, dan bisa dipastikan bahwa kemaluannya segera menjadi becek apabila saya sudah mulai ngenyot-ngenyot pentilnya.

Mungkin saking tegangnya saya didalam melakukan sesuatu yang terlarang, pada permulaannya kami mulai bersanggama, saya sangat cepat sekali mencapai klimaks. Untunglah Ayu selalu menyuruh saya untuk menjilat-jilat dan menyedot-nyedot kemaluannya lebih dulu sehingga biasanya dia sudah orgasme duluan sampai dua atau tiga kali sebelum saya memasukkan penis saya kedalam liang peranakannya, dan setelah saya pompa hanya beberapa kali saja maka saya seringkali langsung menyemprotkan mani saya kedalam vaginanya. Barulah untuk ronde kedua saya bisa menahan lebih lama untuk tidak ejakulasi dan Ayu bisa menyusul dengan orgasmenya sehingga saya bisa merasakan empot-empotan vaginanya yang seakan-akan menyedot penis saya lebih dalam kedalam sorga dunia.

Ayu juga sangat doyan mengemut-ngemut penis saya yang masih belum bertumbuh secara maksimum. Saya tidak disunat dan Ayu sangat sering menggoda saya dengan menertawakan "kulup" saya, dan setelah beberapa minggu Ayu kemudian berhasil menarik seluruh kulit kulup saya sehingga topi baja saya bisa muncul seluruhnya. Saya masih ingat bagaimana dia berusaha menarik-narik atau mengupas kulup saya sampai terasa sakit, lalu dia akan mengobatinya dengan mengemutnya dengan lembut sampai sakitnya hilang. Setelah itu dia seperti memperolah permainan baru dengan mempermainkan lidahnya disekeliling leher penis saya sampai saya merasa begitu kegelian dan kadang-kadang sampai saya tidak kuat menahannya dan mani saya tumpah dan muncrat ke hidung dan matanya.

Kadang-kadang Ayu juga minta "main" walaupun dia sedang mens. Walaupun dia berusaha mencuci vaginanya lebih dulu, saya tidak pernah mau mencium vaginanya karena saya perhatikan bau-nya tidak menyenangkan. Paling-paling saya hanya memasukkan penis saja kedalam vaginanya yang terasa banjir dan becek karena darah mensnya. Terus terang, saya tidak begitu menikmatinya dan biasanya saya cepat sekali ejakulasi. Apabila saya mencabut kemaluan saya dari vagina Ayu, saya bisa melihat cairan darah mensnya yang bercampur dengan mani saya. Kadang-kadang saya merasa jijik melihatnya.

Satu hari, kami sedang asyik-asyiknya menikmati sanggama, dimana kami berdua sedang telanjang bugil dan Ayu sedang berada didalam posisi diatas menunggangi saya. Dia menaruh tiga buah bantal untuk menopang kepala saya sehingga saya bisa mengisap-isap payudaranya sementara dia menggilas kemaluan saya dengan dengan kemaluannya. Pinggulnya naik turun dengan irama yang teratur. Kami rileks saja karena sudah begitu seringnya kami bersanggama. Dan pasangan suami isteri yang tadinya menyewa kamar dikamar sebelah, sudah pindah kerumah kontrakan mereka yang baru.

Saya sudah ejakulasi sekali dan air mani saya sudah bercampur dengan jus dari kemaluannya yang selalu membanjir. Lalu tiba-tiba, pada saat dia mengalami klimaks dan dia mengerang-erang sambil menekan saya dengan pinggulnya, anak perempuannya yang bernama Efi ternyata sedang berdiri dipintu kamar tidur saya dan berkata, "Ibu main kancitan, iya..?" (kancitan = ngentot, bahasa Palembang)

Saya sangat kaget dan tidak tahu harus berbuat bagaimana tetapi karena sedang dipuncak klimaksnya, Ayu diam saja terlentang diatas tubuh saya. Saya melirik dan melihat Efi datang mendekat ketempat tidur, matanya tertuju kebagian tubuh kami dimana penis saya sedang bersatu dengan dengan kemaluan ibunya. Lalu dia duduk di pinggiran tempat tidur dengan mata melotot.

"Hayo, ibu main kancitan," katanya lagi.

Lalu pelan-pelan Ayu menggulingkan tubuhnya dan berbaring disamping saya tanpa berusaha menutupi kebugilannya. Saya mengambil satu bantal dan menutupi perut dan kemaluan saya .

"Efi, Efi. Kamu ngapain sih disini?" kata Ayu lemas.

"Efi pulang sekolah agak pagi dan Efi cari-cari Ibu dirumah, tahunya lagi kancitan sama Bang Johan," kata Efi tanpa melepaskan matanya dari arah kemaluan saya. Saya merasa sangat malu tetapi juga heran melihat Ayu tenang-tenang saja.

"Efi juga mau kancitan," kata Efi tiba-tiba.

"E-eh, Efi masih kecil.." kata ibunya sambil berusaha duduk dan mulai mengenakan dasternya.

"Efi mau kancitan, kalau nggak nanti Efi bilangin Abah."

"Jangan Efi, jangan bilangin Abah.., kata Ayu membujuk.

"Efi mau kancitan," Efi membandel. "Kalo nggak nanti Efi bilangin Abah.."

"Iya udah, diam. Sini, biar Johan ngancitin Efi." Ayu berkata.

Saya hampir tidak percaya akan apa yang saya dengar. Jantung saya berdegup-degup seperti alu menumbuk. Saya sudah sering melihat Efi bermain-main di pekarangan rumahnya dan menurut saya dia hanyalah seorang anak yang masih begitu kecil. Dari mana dia mengerti tentang "main kancitan" segala?

Ayu mengambil bantal yang sedang menutupi kemaluan saya dan tangannya mengelus-ngelus penis saya yang masih basah dan sudah mulai berdiri kembali.

"Sini, biar Efi lihat." Ayu mengupas kulit kulup saya untuk menunjukkan kepala penis saya kepada Efi. Efi datang mendekat dan tangannya ikut meremas-remas penis saya. Aduh maak, saya berteriak dalam hati. Bagaimana ini kejadiannya? Tetapi saya diam saja karena betul-betul bingung dan tidak tahu harus melakukan apa.

Cerita Hot - Tempat tidur saya cukup besar dan Ayu kemudian menyutuh Efi untuk membuka baju sekolahnya dan telentang di tempat tidur didekat saya. Saya duduk dikasur dan melihat tubuh Efi yang masih begitu remaja. Payudaranya masih belum berbentuk, hampir rata tetapi sudah agak membenjol. Putingnya masih belum keluar, malahan sepertinya masuk kedalam. Ayu kemudian merosot celana dalam Efi dan saya melihat kemaluan Efi yang sangat mulus, seperti kemaluan ibunya. Belum ada bibir luar, hanya garis lurus saja, dan diantara garis lurus itu saya melihat itilnya yang seperti mengintip dari sela-sela garis kemaluannya. Efi merapatkan pahanya dan matanya menatap kearah ibunya seperti menunggu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Saya mengelus-elus bukit venus Efi yang agak menggembung lalu saya coba merenggangkan pahanya. Dengan agak enggan, Efi menurut, dan saya berlutut di antara kedua pahanya dan membungkuk untuk mencium selangkangan Efi.

"Ibu, Efi malu ah.." kata Efi sambil berusaha menutup kemaluannya dengan kedua tangannya.

"Ayo, Efi mau kancitan, ndak?" kata Ayu.

Saya mengendus kemaluan Efi dan baunya sangat tajam.

"Uh, mambu pesing." Saya berkata dengan agak jijik. Saya juga melihat adanya "keju" yang keputih-putihan diantara celah-celah bibir kemaluan Efi.

"Tunggu sebentar," kata Ayu yang lalu pergi keluar kamar tidur. Saya menunggu sambil mempermainkan bibir kemaluan Efi dengan jari-jari saya. Efi mulai membuka pahanya makin lebar.

Sebentar kemudian Ayu datang membawa satu baskom air dan satu handuk kecil. Dia pun mulai mencuci kemaluan Efi dengan handuk kecil itu dan saya perhatikan kemaluan Efi mulai memerah karena digosok-gosok Ayu dengan handuk tadi. Setelah selesai, saya kembali membongkok untuk mencium kemaluan Efi. Baunya tidak lagi setajam sebelumnya dan sayapun menghirup aroma kemaluan Efi yang hanya berbau amis sedikit saja. Saya mulai membuka celah-celah kemaluannya dengan menggunakan lidah saya dan Efi-pun merenggangkan pahanya semakin lebar. Saya sekarang bisa melihat bagian dalam kemaluannya dengan sangat jelas. Bagian samping kemaluan Efi kelihatan sangat lembut ketika saya membuka belahan bibirnya dengan jari-jari saya, kelihatanlah bagian dalamnya yang sangat merah.

Saya isap-isap kemaluannya dan terasa agak asin dan ketika saya mempermainkan kelentitnya dengan ujung lidah saya, Efi menggeliat-geliat sambil mengerang, "Ibu, aduuh geli, ibuu.., geli nian ibuu.."

Saya kemudian bangkit dan mengarahkan kepala penis saya kearah belahan bibir kemaluan Efi dan tanpa melihat kemana masuknya, saya dorong pelan-pelan.

"Aduh, sakit bu..," Efi hampir menjerit.

"Johan, pelan-pelan masuknya." Kata Ayu sambil mengelus-elus bukit Efi.

Saya coba lagi mendorong, dan Efi menggigit bibirnya kesakitan.

"Sakit, ibu."

Ayu bangkit kembali dan berkata,"Johan tunggu sebentar," lalu dia pergi keluar dari kamar.

Saya tidak tahu kemana Ayu perginya dan sambil menunggu dia kembali sayapun berlutut didepan kemaluan Efi dan sambil memegang batang penis, saya mempermainkan kepalanya di clitoris Efi. Efi memegang kedua tangan saya erat-erat dengan kedua tangannya dan saya mulai lagi mendorong.

Cerita Panas - Saya merasa kepala penis saya sudah mulai masuk tetapi rasanya sangat sempit. Saya sudah begitu terbiasa dengan lobang kemaluan Ayu yang longgar dan penis saya tidak pernah merasa kesulitan untuk masuk dengan mudah. Tetapi liang vagina Efi yang masih kecil itu terasa sangat ketat. Tiba-tiba Efi mendorong tubuh saya mundur sambil berteriak, "Aduuh..!" Rupanya tanpa saya sadari, saya sudah mendorong lebih dalam lagi dan Efi masih tetap kesakitan.

Sebentar lagi Ayu datang dan dia memegang satu cangkir kecil yang berisi minyak kelapa. Dia mengolesi kepala penis saya dengan minyak itu dan kemudian dia juga melumasi kemaluan Efi. Kemudian dia memegang batang kemaluan saya dan menuntunnya pelan-pelan untuk memasuki liang vagina Efi. Terasa licin memang dan saya-pun bisa masuk sedikit demi sedikit. Efi meremas tangan saya sambil menggigit bibir, apakah karena menahan sakit atau merasakan enak, saya tidak tahu pasti.

Saya melihat Efi menitikkan air mata tetapi saya meneruskan memasukkan batang penis saya pelan-pelan.

"Cabut dulu," kata Ayu tiba-tiba.

Saya menarik penis saya keluar dari lobang kemaluan Efi. Saya bisa melihat lobangnya yang kecil dan merah seperti menganga. Ayu kembali melumasi penis saya dan kemaluan Efi dengan minyak kelapa, lalu menuntun penis saya lagi untuk masuk kedalam lobang Efi yang sedang menunggu. Saya dorong lagi dengan hati-hati, sampai semuanya terbenam didalam Efi. Aduh nikmatnya, karena lobang Efi betul-betul sangat hangat dan ketat, dan saya tidak bisa menahannya lalu saya tekan dalam-dalam dan air manikupun tumpah didalam liang kemaluan Efi. Efi yang masih kecil. Saya juga sebetulnya masih dibawah umur, tetapi pada saat itu kami berdua sedang merasakan bersanggama dengan disaksikan Ayu, ibunya sendiri.

Efi belum tahu bagaimana caranya mengimbangi gerakan bersanggama dengan baik, dan dia diam saja menerima tumpahan air mani saya. Saya juga tidak melihat reaksi dari Efi yang menunjukkan apakah dia menikmatinya atau tidak. Saya merebahkan tubuh saya diatas tubuh Efi yang masih kurus dan kecil itu. Dia diam saja.

Setelah beberapa menit, saya berguling kesamping dan merebahkan diri disamping Efi. Saya merasa sangat terkuras dan lemas. Tetapi rupanya Ayu sudah terangsang lagi setelah melihat saya menyetubuhi anaknya. Diapun menaiki wajah saya dan mendudukinya dan menggilingnya dengan vaginanya yang basah, dan didalam kami di posisi 69 itu diapun mengisap-ngisap penis saya yang sudah mulai lemas sehingga penis saya itu mulai menegang kembali.

Wajah saya begitu dekat dengan anusnya dan saya bisa mencium sedikit bau anus yang baru cebok dan entah kenapa itu membuat saya sangat bergairah. Nafsu kami memang begitu menggebu-gebu, dan saya sedot dan jilat kemaluan Ayu sepuas-puasnya, sementara Efi menonton kami berdua tanpa mengucapkan sepatah katapun. Saya sudah mengenal kebiasaan Ayu dimana dia sering kentut kalau betul-betul sedang klimaks berat, dan saat itupun Ayu kentut beberapa kali diatas wajah saya. Saya sempat melihat lobang anusnya ber-getar ketika dia kentut, dan sayapun melepaskan semburan air mani saya yang ketiga kalinya hari itu didalam mulut Ayu. "Alangkah lemaknyoo..!" saya berteriak dalam hati.

"Ugh, ibu kentut," kata Efi tetapi Ayu hanya bisa mengeluarkan suara seperti seseorang yang sedang dicekik lehernya.

Hanya sekali itu saja saya pernah menyetubuhi Efi. Ternyata dia masih belum cukup dewasa untuk mengetahui nikmatnya bersanggama. Dia masih anak kecil, dan pikirannya sebetulnya belum sampai kepada hal-hal seperti itu. Tetapi saya dan Ayu terus menikmati indahnya permainan bersanggama sampai dua atau tiga kali seminggu. Saya masih ingat bagaimana saya selalu merasa sangat lapar setelah setiap kali kami selesai bersanggama. Tadinya saya belum mengerti bahwa tubuh saya menuntut banyak gizi untuk menggantikan tenaga saya yang dikuras untuk melayani Ayu, tetapi saya selalu saya merasa ingin makan telur banyak-banyak. Saya sangat beruntung karena kami kebetulan memelihara beberapa puluh ekor ayam, dan setiap pagi saya selalu menenggak 4 sampai 6 butir telur mentah. Saya juga memperhatikan dalam tempo setahun itu penis saya menjadi semakin besar dan bulu jembut saya mulai menjadi agak kasar. Saya tidak tahu apakah penis saya cukup besar dibandingkan suami Ayu ataupun lelaki lain. Yang saya tahu adalah bahwa saya sangat puas, dan kelihatannya Ayu juga cukup puas.

Saya tidak merasa seperti seorang yang bejat moral. Saya tidak pernah melacur dan ketika saya masih kawin dengan isteri saya yang orang bule, walaupun perkawinan kami itu berakhir dengan perceraian, saya tidak pernah menyeleweng. Tetapi saya akan selalu berterima kasih kepada Ayu (entah dimana dia sekarang) yang telah memberikan saya kenikmatan didalam umur yang sangat dini, dan pelajaran yang sangat berharga didalam bagaimana melayani seorang perempuan, terlepas dari apakah itu salah atau tidak.